Kali Mas (Sungai
Mas), adalah Kali/Sungai yang membelah/mengalir ditengah Kota Surabaya,
Kali Mas merupakan pecahan sungai Brantas yang berhulu di Kota
Mojokerto, mengalir ke arah timur laut dan bermuara di Surabaya,
menuju Selat Madura. Di beberapa tempat Kali Mas menjadi batas
alam Kabupaten Sidoarjo dengan Kabupaten Gresik. Muara Kali Mas
merupakan pelabuhan tradisional Surabaya, yang telah digunakan sejak
berabad-abad yang lalu. Pada masa lalu menjadi pintu gerbang menuju
Ibukota Kerajaan Majapahit (di Trowulan, Mojokerto), dan di Ujung Galuh
sekitar Sungai Mas dan Sungai Berantas pernah terjadi pertempuran
antara Raden Wijaya (pendiri Majapahit) dengan pasukannya melawan
pasukan Tartar (di bawah dinasti Mongol) pada abad ke-13. Balongbendo merupakan daerah kecamatan yang berada disisi barat wilayah kabupaten Sidoarjo dan berada di tepi jalur sungai Mas atau pecahan sungai Brantas. Ada 4 desa yang berada di Balongbendo yang terkenal sejak jaman Majapahit yaitu Serbo , Wringin Pitu , Penambangan dan Jeruk Legi . Ke empat desa tersebut termasuk Naditira Tradesa yang merupakan desa desa penyebrangan di zaman Majapahit yang bebas pajak.
Berdasarkan Prasasti Canggu
atau disebut dengan parasasti Trowulan I adalah salah salah satu sumber sejarah
yang berangkakan tahun 1353 M. Dalam prasasti tersebut tertera kutipan sebagai
berikut:
3.b.
4.‘’..kumonakên ikanang anambangi saya
5. wadwipamandala,makādi pañji marggabhaya,
makadi kasir ajaṙȧn rata, sthapita, mungwi canggu...’’.
Terjemahan:
4.’’..memerintahkan semua petugas penyeberangan
5. di
seluruh pulau Jawa, terutama sekali Panji Margabhaya yang terkenal bernama
ajaran Rata, bertempat tinggal Canggu...’’
Sedangkan mengenai lokasi desa Canggu, di
jelaskan dalam kutipan sebagai berikut :
3.b.
6. ‘’..kapangkwa
denikang anāmbangi sayawadwipamandala, maka
5.a.
2. i
nusa ..., i mabuwur, i godhong, i rumasan, i canggu, i randu gowok, i wahas, i
nagara, i sarba ..’’
Terjemahan:
3.b.
6. ‘’..agar disimpan oleh petugas penyeberangan
di seluruh pulau Jawa, terutama
5.a.
2.
(nama-nama desa penyeberangan) Nusa, Temon, ..., Mabuwor, Godhong, Rumasan,
Canggu, Randu Gowok, Wahas, Nagara, Sarba...’’.
Dan pada kepingan prasasti Canggu kepingan V:
1. Nusa, i Těmon, i parajěngan, pakaţěkan, i
wunghu, i robutri, i bañu mrědu, i gocor, i tambak, i pujut.
2. I mirěng,i ng dmak, i klung, i pagᵭangan, i
mabuwur, i goᵭong (?) i rumasan, i canggu, i raᶇᵭu, gowok, i wahas i nagata
3. I serba, i waringin pitu, i lagad, i pamotan, i
tulangan, i panumbangan, i jruk, i trung, i kambangan śrī, i tᵭa, i gsang
4. I bukul, i śŭrabhaya, muwaħ prakāraning
naditira tradeśa sthananing anāmbangi maᵭantên, i waringin wok, i bajrapura
5. I sambo, i jerebeng, i pabulangan, i balawi, i
lumayu, i katapang, i pagaran, kamudi, i parijik, i parung, i pasi
6. Wuran, i kěđal, i bhangkal, i wiᵭang, i
pakbohan, i lowara (?), i duri, i rāśi, i rewun, i tgalan, dalangggra, i
Terjemahan kepingan V bagian depan prasasti
canggu:
“Nusa,
Temon, Parajengan, Pakatekan, Wunglu, Rabutri Banyu Mredu, Bocor, Tambak,
Pujut, Mireng, Demak, Kelung, Pagedengan, Maguwur Godong, Rumasan, Canggu,
Randu Gowok, Wahas, Nagara, Serba, Baringin, Tijuh, Lagada, Pamotan, Tulangan,
Panumbangan, Jeruk, Kembang seri desa di pinggir sungai tempat penyeberangan,
yaitu berturut-turut: Madan-tada, Gesang, Bukul dan surabaya. Selanjutnya
prasasti ini mengenai desantren, Waringin Wok, Bajrapura, Sambo, Djerebeng,
Pabulangan, Balawi, Lumayu, Ketapang, Pagaran, Kamudi, Pridjik, Paruk,
Pasirwuran, Kedal, Bangkal, Widang, Pakebonan, Lowara, Duri, Rasji, Rewun,
Tegalan, Dalangara”.
Terjemahan kepingan V bagian belakang prasasti
canggu:
“
Sumbang, Malo, Ngijo, Kawangan, Sudah Kikitu, Balun, Marebo, Barang, Pakatelan,
Wareng, Amban, Kembu dan wulayu. Sekalian desa dipinggir kali tempat
penyeberangan di seluruh mandala pulau jawa itu, dan ringkasan desa yang telah
ada sebelum prasasti perintah raja dengan tanda-lancana Rajasangsa itu,
tetaplah seterusnya boleh menyeberangkan orang di suluruh mandala pulau jawa
pertama-tama panji margabaya, ki Ajaran Rata, dan selanjutnya Panji Angraksaji,
Ki Ajaran Ragi, tetapi dengan ketentuan bahwa mereka semuanya mempunya hak swatantra,
dengan tidak boleh dicampuri orang-orang lain. Tempat-tempat itu tidaklah boleh
dimasuki oleh mereka yang menerima perintah dari katrini pegawai yang beriga,
yaitu pangkur, tawan, dan tirip, serta selanjutnya perbagai nayaka, percaya,
pingai (yang berpakaiaan putih), akurung (yang berselubung temeng), awajuh
(yang berselubung baju zirah), wadihaji, semua kepercayaan, serta dimulai
dengan yang bekerja sama dengan semua macam pemungut cukai raja, wulu-wulu
parawulu’’.
Dan
melihat dari catatan-catatan sejarah lainnya seperti Dalam prasasti Canggu
disebutkan bahwa Canggu merupakan daerah perdikan karena menjadi tempat
penyeberangan mereka yang ingin menuju ke Timur. Daerah tersebut dikuasai oleh
Panji Margaonaya Ki Ajaran Rata. Dalam prasasti Salamandi (1395 M) disebutkan
memelihara dan memperbaiki jalan menuju pelabuhan. Pada daerah-daerah sepanjang
sungai dan muara-muara sungai di tepi pantai bermunculan desa-desa yang
kemudian berkembang menjadi kota-kota pusat kegiatan perdagangan, pelayaran dan
penyeberangan antar daerah. Isi prasasti Canggu 1358 M menyebutkan tentang
adanya pengaturan tempat-tempat penyeberangan diseluruh mandala Jawa. Beberapa desa yang berada di tepi sungai yang
disebutkan dalam prasasti diantaranya adalah Nusa, Temon, Parajengan,
Pakatekan, Wunlu, Rabutri,, Banyu Mrdu, Godor, Tambak, Puyut, Mireng, Dmak,
Klung, Pagdangan, mabuwur, Godong, Rumasan, Canggu, Randu Gowok, Wahas, Nagara,
Sarba, Waringin Pitu, Lagada, Pamotan, Tulangan, Panumbangan, Jruk, Trung,
Kambang Sri, Tdu, Gsang, Buhil, Surabhaya, Madanten, Waringin Wok, Bajrapura,
Sambo, Jarebeng, Pabulangan, Balawi, Lamayu, Katapang, Pagaran, Kamudi,
Parijik, Pawung, Pasiwuran, Kedal, Bhangkal, Widang, Pakpohan, Lowara, Duri,
Rasi, Rewun, Tgalan, Dalangara, Sumbang, Malo, Ngijo, kawangen, Sudah, Kukutu,
Balun, Marebo, Turan, Jipang, Ngawi, Wangkalang, Pnuh, Wulung, Barang,
Pakatelan, Wareng, Amban, Kembu, dan Wulayu.
Kota
pelabuhan Canggu disebut dalam prasati Canggu, Ying-yai Sheng-lan (1415 M), dari masa dinasti Ming, menyebutkan
bahwa pelabuhan Canggu (Chang-ku) sebagai pusat perdagangan. Dari
catatan-catatan tersebut, maka para pedagang
sekaligus penyebar agama Islam apabila menuju wilayah Majapahit, maka
mereka melalui jalur perairan dari samudra menelusuri sungai yang menghubungkan
ke kerajaan Majapahit.
By. Setya Manggala Majapahit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar