Senin, 28 Januari 2019

Geger di Halaman Kedhaton Majapahit

Geger di Halaman Kedhaton Majapahit 
Bagian 1

"Aku tidak peduli dengan apa yang akan terjadi padaku, hukuman apa pun akan aku terima atas kesalahanku pada Majapahit - pembunuhan Kebo Anabrang, janganlah kalian berpicik sikap terhadap hukumanku. Persatuan, dan kemajuan Majapahit adalah segalanya dibanding apa pun." aku siap menjalani hukuman gantung dari pada hukuman di buang di tanah Tulembang karna aku satriya majapahit .

                  Lembu Sora - sang panglima perang Majapahit melihat pertarungan yang tidak seimbang antara Kebo Anabrang dengan Ranggalawe di Sungai Tambak Beras, saat pemberontakan Ranggalawe terhadap pemerintahan Majapahit - Raja Kertarajasa Jaya Wardhana. Ranggalawe terus dibenamkan kedalam aliran air sungai yang deras oleh Kebo Anabrang - dari pihak Majapahit. Melihat hal tersebut, Lembu Sora, yang merupakan paman Ranggalawe tidak tahan melihat keponakannya terus dibenamkan dalam sungai, yang menyebabkan Ranggalawe tidak bisa mengeluarkan kesaktiannya, berseru setengah memaksa kepada Kebo Anabrang. "Kebo Anabrang lepaskan Ranggalawe, jangan sampai kau membunuhnya dengan cara keji seperti itu. Segera lepaskan, Dia sudah tidak berdaya lagi. Segera lepaskan jepitan dilehernya!" Dengan alasan khawatir Ranggalawe akan kembali kekuatannya Kebo Anabrang bersikukuh untuk tetap membenamkan Ranggalawe ke sungai sampai Ranggalawe mati. Melihat kondisi Ranggalawe yang makin tidak berdaya, Lembu Sora secara spontan mengambil keris megalamat yang tergeletak di tepi sungai dan langsung menghujamkannya ke punggung Kebo Anabrang sehingga Kebo Anabrang mati seketika. Tak lama kemudian Ranggalawe pun segera menyusul mati di pangkuan Lembu Sora. Dan itulah akhir pemberontakan Ranggalawe dengan kemenangan di pihak Majapahit.
Sebelum meninggal Kebo Anabrang berteriak .. kau penghianat Kakang Sora kau membela pemberontak.. 
Lembu Sora menjawab kau terlalu keji Anabrang kau telah membunuh orang yang paling berjasa dalam berdirinya Majapahit.

             Penggalan peristiwa tersebut, ternyata tidak luput dari mata-mata kepercayaan Dyah Halayuda yang merupakan Rakyan Mantri Kartini dan juga bangsawan Majapahit yang ikut serta dalam menumpas pemberontakan Ranggalawe - Adipati Tuban. Dyah Halayuda , yang licik dan haus kekuasaan membiarkan kejadian di Sungai Tambak Beras tersebut, untuk kelak di kemudian hari dia pergunakan untuk menyingkirkan Lembu Sora dan pengikut-pengikut setianya. Seusai penumpasan Ranggalawe, suasana Majapahit seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Kematian Kebo Anabrang dianggap kematian yang wajar oleh Raja Kertarajasa Jaya Wardhana.

               Saat yang dinanti oleh Dyah Halayuda pun tiba, seiring ambisinya untuk menjadi Amangku Maha Patih Majapahit makin membuncah, dia menyusun siasat untuk menyingkirkan Lembu Sora dari lingkungan istana. Dia secara sembunyi-sembunyi menemui keluarga Kebo Anabrang dan memberitahu mereka runut kejadian kematian Kebo Anabrang. Istri Kebo Anabrang tidak mau mengikuti saran Sang Ramapati untuk menuntut kematian almarhum suaminya, dengan alasan demi keutuhan Majapahit dan menerima nasibnya dengan ikhlas. Tetapi, Mahisa Taruna - anak tunggal Kebo Anabrang sebaliknya, akan menuntut balas kematian ayahnya kepada Raja. Berjalanlah siasat Sang Ramapati. Pada pertemuan rutin Raja dengan para punggawa kerajaan, Sang Ramapati mengajak Mahisa Taruna ke pertemuan di balai paseban agung tersebut. Mahisa Taruna menuntut Raja untuk menghukum Lembu Sora atas kematian ayahnya beberapa tahun silam. Dia membawa saksi hidup, yang sudah dihasut oleh Sang Ramapati untuk semakin memojokkan Lembu Sora. Dengan ikhlas dan jujur Lembu Sora mengakui perbuatannya di depan Raja dan semua punggawa. Dia pun bersedia dihukum sesuai dengan undang-undang kerajaan.

           Raja, yang sangat dekat dengan Lembu Sora, yang dianggapnya seperti orang tua sendiri menjadi bimbang. Hal ini wajar, karena besarnya jasa Lembu Sora untuk Majapahit. Lembu Sora, Ranggalawe, dan Arya Wiraraja (ayah Ranggalawe - kakak Lembu Sora) adalah orang-orang yang terlibat sejak awal pelarian Raden Wijaya (Sri Kertarajasa Jaya Wardhana) dari kejaran Kerajaan Gelang Gelang   saat perebutan terhadap Sighasari - s.d. Majapahit berdiri. Adapun Lembu Sora dan Ranggalawe tidak terpilih jadi Amangku Maha Patih - yang jatuh kepada Nambi adalah hasil pertimbangan Raja sendiri. Sang Raja menjadi bimbang antara menghukum gantung Lembu Sora atau mengampuninya atas  jasa-jasanya di masa lalu. Hal ini dimanfaatkan Dyah Halayuda , untuk menunjukkan seolah-olah dia peduli dengan Lembu Sora - siasat banyak muka, dengan mengusulkan agar Lembu Sora dipenjara terlebih dahulu sampai kemudian pengadilan dibuka kembali. Masuklah Lembu Sora ke dalam penjara kerajaan dan Lembu Sora terpisah dari urusan pemerintahan. Hal ini menyulut kemarahan pengikut setia Lembu Sora untuk memberontak, diantaranya Perwira Muda Gajah Biru. Gajah Biru meyakini semua ini adalah siasat licik Dyah Halayuda untuk menghabisi Lembu Sora dan pengikutnya. Dia mengutarakan pendapatnya kepada Lembu Sora, tetapi Lembu Sora bersikukuh bahwa urusan ini adalah mutlak kesalahan pribadinya dan menyuruh Gajah Biru untuk tidak menghubung-hubungkannya dengan hal lain. Persatuan dan kesatuan Majapahit diatas segal-galanya. Urusan pribadi biarlah dia hadapi sendiri apa pun resikonya. Akhirnya Gajah Biru pun melakukan pemberontakan kepada pemerintah Majapahit, hal yang sangat dibenci oleh Lembu Sora.

          Setelah sekian lama mendekam di penjara, Sang Raja merasa semakin kasihan kepada Lembu Sora. Maka di suatu pertemuan besar di balai paseban agung istana, sang Raja menyampaikan usulannya untuk membebaskan Lembu Sora. Mendengar hal tersebut, Dyah Halayuda segera menyusun siasat untuk menggagalkan niat Raja. Kembali dia melakukan penghasutan kepada banyak pihak untuk memprotes keputusan raja. Ternyata kelicikan Dyah Halayuda tidak cukup sampai disitu dia mengingkan kematian Lembu Sora dengan keji, tidak cukup dengan hukum gantung - hukuman mati biasa. Dia mengharapkan kematian Lembu Sora dengan keadaan terhina

      Dyah Halayuda mengeluarkan siasatnya agar semua orang menganggapnya tidak membenci secara pribadi kepada Lembu Sora. Dia mengusulkan hukuman Lembu Sora diganti dengan hukuman buang selamanya dari lingkungan Majapahit. Dia beralasan dengan pertimbangan jasa-jasa di masa lalu Lembu Sora yang teramat besar hukuman mati terlalu bengis buat seorang bangsawan seperti Lembu Sora. Sedangkan hukuman buang lebih manusiawi sehingga Lembu Sora punya kesempatan hidup lebih lama. Kembali Raja bimbang, namun akhirnya menyetujui usul dari Dyah Halayudai tersebut. Dan Raja pun menyuruh sang Dyah Halayuda menyampaikan hal tersebut kepada Lembu Sora.
( Ilustrasi Dyah Halayuda menyampaikan hukuman Raden Wijaya kepada Lembu Sora ke Tulembang untuk menjalani pengasingan )
        Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Lembu Sora bersama Juru Demung dan Gajah Biru menghadap ke Raden Wijaya untuk meminta lebih baik hukuman gantung dari pada hukuman buang ke Tulembang. Di saat yang bersamaan Ramapati segera menghasut prajurit-prajurit bekas anak buah almarhum Kebo Anabrang untuk membalas dendam kematian bekas pimpinan-nya tersebut. Karena kuatnya pengaruh hasutan Ramapati, mereka akhirnya teperdaya untuk mengikuti hasutan tersebut. Dengan dipimpin oleh Tumenggung Wilamarta dan Ki Derpana, mereka segera menghadang Lembu Sora untuk melakukan balas dendam. Ketika rombongan Tumenggung Wilamarta dan Ki Derpana sudah keluar dari gerbang kotaraja, Dyah Halayuda segela melanjutkan siasat untuk mencegah gagalnya pembunuhan Lembu Sora oleh bekas-bekas anak buah Kebo Anabrang dan mencegah berita hasutannya sampai merebak ke banyak pihak. Segera dia melaporkan kepergian mereka kepada Raja bahwaa ada gelagat tidak baik dari kepergian Tumenggung Wilamarta dan Ki Derpana, dia memperkirakan mereka akan membunuh Lembu Sora dan keluarga di perjalanan. Mendengar hal ini, Raja murka dan segera memerintah Ramapati untuk membawa pasukan secukupnya untuk mencegah hal tersebut. Mendapat perintah seperti itu Dyah Halayuda segera menyuruh Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Pangsa, dan Ra Banyak untuk membawa pasukan untuk membunuh pasukan Tumenggung Wilamarta dan Ki Derpana apa pun hasil usaha mereka membunuh Lembu Sora.

              Usaha pembunuhan Lembu Sora oleh pasukan bekas anak buah Kebo Anabrang ternyata tidak berhasil, dan mereka segera melarikan diri kembali ke Majapahit. Namun malang, diperjalanan mereka semua dibantai oleh pasukan kaki tangan Dyah Halayuda. Selanjutnya, usaha pembunuhan Lembu Sora dilanjutkan oleh pasukan Dyah Halayuda. Namun usaha mereka pun menemui kegagalan karena ketika mengurung Lembu Sora, tiba-tiba banyak prajurit pelarian pimpinan Mantri Parakrama dan Patih Emban segera menyerang pasukan Ra Wedeng dan kawan-kawannya.

           Sesampainya di Majapahit, Rama segera melaporkan hal ini kepada Raja. Ramapati menyampaikan informasi bahwa pasukan Demung Wira bersembunyi di lereng Gunung Brahman dan Lembu Sora bergabung dengan mereka. Raja sebenarnya menyangsikan hal tersebut, tetapi karena kelihaian Ramapati akhirnya Raja menerimanya. Raja pun memerintahkan Ramapati dan Mapatih Nambi membawa pasukan secukupnya untuk melakukan penumpasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENEMUAN SALURAN AIR KUNO DI DESA BULUSARI - GEMPOL PASURUAN

  Tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur melakukan peninjauan terkait ditemukannya situs saluran air kuno yang bermaterialka...