Selasa, 08 Januari 2019

KISAH KADIPATEN TERUNG DI AKHIR PEMERINTAHAN MAJAPAHIT



 Hasil gambar untuk sketsa pelabuhan majapahit
KISAH KADIPATEN TERUNG DI AKHIR PEMERINTAHAN MAJAPAHIT

               Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari ribuan pulau dan kepulauan. Sejak zaman  praaksara, penduduk Indonesia sudah melakukan aktivitas pelayaran baik antar pulau ataupun negara. Pada awal sejarah kuno, kepulauan Indonesia merupakan bagian dari satu kesatuan daerah lalulintas barang dan diiringi bertumbuhnya pusatpusat perdagangan di beberapa tempat di pesisir pulau, seperti pulau Sumatra dan Jawa. Hubungan dagang sebelumnya masih jarang dilakukan, akan tetapi hubungan tersebut semakin meningkat karena faktor-faktor yang mendorong bertambah ramainya hubungan dagang tersebut.  Pada abad ke-13 sudah adanya hubungan politik dan dagang antara orang-orang di kepulauan Indonesia dengan orang-orang Arab, Persia, Hindia, dan Cina. Hubungan dagang terjadi terutama melalui jalur laut yang melewati pelabuhan-pelabuhan besar.1 Dari berbagai penelitian dapat diungkapkan adanya peranan penting daerah di sepanjang pantai utara Jawa, khususnya dalam bidang ekonomi.Hal ini juga didukung oleh adanya dua sungai, yaitu Bengawan Solo dan Brantas, yang merupakan jalurjalur pelayaran dan perdagangan dari daerah pantai ke daerah pedalaman.  
            Dalam prasasti Trowulan (Canggu) 1280 S disebutkan bahwa ada 44 tempat penyebrangan di tepi Sungai Solo dan 34 anak cabangnya, sertatempat penyebrangan di tepi Sungai Brantas. Dari sekian banyak tempat penyebrangan di tepi Sungai Bengawan Solo dan sungai Brantas hanya ada tiga tempat yang penting karena tempat-tempat itu sebagai tempat pelabuhan penyeberangan. Tempattempat tersebut semuanya di tepi Sungai Brantas yaitu Curabhaya, Trung dan Canggu. Pada masa kerajaan Majapahit ketiga tempat penyeberangan ini  sangat penting. Sebab untuk memasuki wilayah Majapahit, para pedagang dari Tuban ke Majapahit harus melewati tiga jalur ini. Sehingga pelayaran di jalur sungai Brantas sangatlah penting bagi pertumbuhan ekonomi di Majapahit.  Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan kajian mengenai Kedudukan Daerah Terung (Krian-Sidoarjo) Pada Masa Menjelang Akhir Majapahit tahun 1478-1526. 
         Letak dan Geografis Daerah Terung Saat ini daerah Terung terbagi menjadi 2 desa yaitu desa Terung Wetan dan desa Terung Kulon. Dan daerah Terung ini terletak + 5 km dari kecamatan Krian. Selain itu daerah ini terletak di pinggir sungai Brantas cabang sungai Kali Mas. Sedangkan dari sumber prasasti Canggu 1280 S yang memberikan informasi mengenai letak daerah Terung pada masa Majapahit menyebutkan tentang adanya tempat penyeberangan pada masa Majapahit yaitu di tepi sungai Bengawan Solo dan sungai Brantas serta dari sekian banyak pelabuhan yang disebutkan hanya ada tiga tempat yang penting yaitu Curabhaya, Trung dan Canggu. Selain itu menurut legenda Makam Raden Ayu Sundari Cempokowati (Raden Ayu Putri Pecattondo Terung) yang berkembang di masyarakat, menuturkan bahwa Raden Ayu Putri meninggal dan jasadnya dihanyutkan di sungai. Dari data yang sudah ada dapat dikesimpulkan bahwa kondisi geografis daerah Terung pada tahun sekitar 1478-1526 mirip dan tidak jauh berbeda dengan kondisi saat sekarang. Bahwa daerah Terung pada masa sekarang dan pada masa Majapahit sama-sama berada di tepi sungai Brantas.

   Kedudukan Daerah Terung Dalam Struktur Birokrasi 
       Daerah Terung pada masa Majapahit merupakan daerah tandha. Hal ini dapat dilihat dari beberapa sumber yang menyatakan bahwa saat pemerintahan Raja Bhre Kertabumi daerah Terung dipimpin oleh Raden Husen atau dikenal juga sebagai Arya Pecattandha atau Adipati Terung. Kalau dilihat dari nama tersebut tandha berarti kepala jawatan.16 Kepala jawatan merupakan pejabat-pejabat militer yang bertugas sebagai pengawal raja dan penjaga lingkungan keraton.17 Sumber lainnya juga mengatakan bahwa nama Pecat Tandha semula berasal dari kata Panca Tandha yang mempunyai arti suatu jabatan dalam tata negara kerajaan Majapahit, jabatan itu ada hubungannya dengan pekerjaan menguasai tempat-tempat jual-beli dan pusat-pusat hubungan lalu lintas, seperti tempat tambangan sungai.18 Dalam prasasti Trowulan I 1280 Saka disebutkan beberapa desa dipinggir kedua sungai tersebut sebagai desa penambangan tempat melajangkan perahu, desa pelajangan itu dinamai naditira pradeca.19 Berdasarkan dari sumber-sumber yang ada, kedudukan daerah Terung merupakan daerah naditira pradeca (desa penambangan). Daerah tersebut dipimpin oleh para tandha.  
 Hasil gambar untuk sketsa pelabuhan majapahit
Kedudukan Daerah Terung Dalam Aspek Ekonomi
     Ditinjau Dari Aspek Ekonomi Jalur-jalur perhubungan utama khususnya di pulau Jawa adalah sungai-sungai yang sebagian besarnya relatif pendek-pendek. Sungai-sungai yang paling cocok untuk hubungan jarak jauh hanyalah Sungai Brantas dan Bengawan Solo, dan tidak mengherankan apabila lembah-lembah kedua sungaiitu menjadi pusat-pusat kerajaan besar.20 Salah satunya adalah kerajaan Majapahit yang memanfaatkan sungai-sungai besar sebagai jalur lalu lintas utama pelayaran dan perdagangan. Sungaisungai tersebut (Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas) menghubungkan kota-kota dan tempattempat perdagangan yang terletak di daerah pedalaman maupun yang ada di daerah dekat pantai. Daerah-daerah di sepanjang perairan sungai-sungai dan muara-muara sungai dekat pantai, desa-desa bermunculan dan berkembang menjadi kota-kota pusat kegiatan perdagangan, pelayaran, dan penyebrangan antar daerah. 21 Saat Cina membuka politik dagang terbukanya peranan kedua sungai tersebut menjadi lebih kuat dan ramai . Keadaan inilah yang menjadikan adanya beberapa tempat di sepanjang sungai tersebut yang menjadi pelabuhan pendaratan maupun pengangkutan khususnya barang-barang yang diperdagangkan. Dalam prasasti Trowulan (Canggu) 1280 S disebutkan bahwa ada 44 buah tempat penyeberangan di tepi sungai Solo dan mungkin juga anak cabangnya, sedangkan di tepi sungai Brantas ada 34 buah tempat penyeberangan. Dari sekian banyak tempat penyeberangan ada tiga tempat yang penting karena tempat-tempat itu berfungsi sebagai pelabuhan pemunggahan. Tempat-tempat tersebut semuanya di tepi sungai Brantas, mulai dari hilir yaitu Curabhaya, Trung, dan Canggu.  Pelabuhan Trung dan Bubat merupakan tempat menurunkan penumpang, sedangkan pelabuhan Canggu merupakan pelabuhan barang.22 Para petugas di daerah Terung mempunyai hak menarik pajak, hak ini tertulis pada prasasti Trowulan I (1280 Saka) yang berbunyi: 
……. sekalian desa dipinggir kali tempat penjeberangan diseluruh mandala pulau Djawa itu, dan ringkasan desa jang telah ada sebelum Pertulisan Perintah Radja dengan tanda-lentjana Radjasanegara itu, tetaplah seterusnja boleh menjeberangan orang diseluruh mandala pulau Djawa pertama-tama Pandji Margabaja, Ki Adjaran-rata dan selandjutnja Pandji Angraksadji, Ki Adjaran Ragi, tetapi dengan ketentuan bahwa mereka semuanja mempunjai hak  suatantera, dengan tak boleh di ditjampuri orang-orang lain. Tempattempat itu tidaklah  boleh dimasuki oleh mereka jang menerima perintah dari kartini pegawai  jang bertiga, jaitu pangkur, tawan dan tirip, serta  selandjutnja pelbagai najaka , pertjaja, pingai, (jang berpakaian putih), akurug (jang selubung tameng), awadjuh (jang berselubung badju zirah), sama dengan semua matjam pemungut tjukai radja, wulu-wulu parawulu, Segala pikulan, sebuah bagi tiap-tiap jang didjual; barangbarang jang serupah itu tidaklah dikenakan tjukai Radja. Tetapi apabila melampaui djumlah jang telah ditetapkan, maka kelebihan diatas ketetapan itu dikenakan tjukai jang dipungut oleh pegawai istimewa, tetapi pegawai pungut tjukai radja tidaklah mempunjai kekuasaan atasnja.23

Barang pikulan tersebut biasanya berisi lada, kapas, buah kelapa, buah pinang, asam.24Daerah Terung kegiatan perekonomiannya meliputi pertanian, kegiatan pengrajin, penangkap ikan, pedagang dan perpajakan. Berdasarkan dari sumber yang ada kegiatan perdagangan dan perpajakan merupakan sektor yang paling penting bagi daerah Terung. Disamping itu sektor pertanian merupakan sektor pendukung pendapatan daerah Terung. Seperti pada prasasti Trowulan I 1280 S yang menyebutkan: 
“Selandjutnja maka orangorang jang menambangkan penjeberangan diseluruh mandala pulau Djawa diberi hak wewenang seperti berikut: pada ketika memudja jang mulia  pertulisan Perintah (jang diarak bersampul sutera putih setahun sekali), maka diperbolehkan mengadu ajam, bermain djudi, memakai genta jang dibunjikan sewaktu pemudjaan pada tiap-tiap hari kelima-belas, sebelum dan sesudah pemudjaan jang mulia Pertulisan Perintah Radja. Tetapi karena pembaktian mereka jang diseberangkan disungai diseluruh mandala pulau Djawa, terutama Pandji Margabaja Pandji Angraksadji, Ki Adjaran Ragi, jang bertempat di Terung, maka mereka mengirim bunga-tjukai tiap-tiap pemudjaan sebagai tanda kehormatan memuliakan  Pertulisan Perintah Radja, jaitu: 40 mata uang masing-masing orang, jang harus dibayar pada tiap-tiap hari terang bulan Asada (bulan keempat).
       Dari prasasti Trowulan I (Canggu )1280 Saka dapat disimpulkan bahwa ke empat pegawai yang ada di desa pinggir kedua sungai yaitu Sungai Brantas dan Bengawan Solo mempunyai hak swatantera dan tidak boleh dicampuri oleh pegawai Pangkur, Tawan, Tirip dan pegawai Najaka serta pertjaja jang lainnya. 

Ditinjau Dari Aspek Agama 
       Dalam prasasti Trowulan I (Canggu) 1280 Saka juga disebutkan:
“Pada hal itu mereka bertudjuan menuntut ilmu pengetahuan tentang adanja persetudjuan atau pertentangan dengan Hukum antara kedua pihak dari orang jang bertikai. Seladjutnja adalah lagi selainja dari dari pada pegawai tinggi tadi itu: darmadjaksa agama Buda, bergelar Empu Padlegan, jang mulia Guru Dang Atjarja Nadaiindera, jang putus pengetahuanja terhadap kitab Agama Buda tentang ilmu-mantik dan sastra; seterusnja Darmaradja, dan memakai nama biasa berbunji Sang Arya Radjaparakrama, jang bertugas  djawatan Darmadjaksa untuk melindungi orang Beramahnaraja dan budjangga. Itulah sebabnja maka dia diangkat oleh seri paduka Maharadja menjadi darmadjaksa. Dia bertudjuan untuk melindungi segala orang  alim agama Sjiwa, terutama melindungi orang Berahmana Raja.”26
    Dilihat dari pejabat-pejabatnya serta isi dari prasasti Trowulan I, maka di Kerajaan Majapahit terdapat tiga agama utama yaitu Siwa, Budha dan Karsyan beserta sekte-sekte yang menjadi cabang agama-agama tersebut. Agama Hindu atau  Siwa lebih banyak bercampur dengan agama dan adat istiadat Jawa asli. Sebab kepercayaan Jawa asli masih bertahan dan menempati peranan dalam kehidupan masyarakat.  Disamping ketiga agama yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Agama Islam juga berkembang pada masa itu juga. Agama Islam di Majapahit sudah berkembang  pada masa Hayam Wuruk. Agama Islam di Majapahit pada masa keemasannya dianut oleh penduduk pendatang yaitu orang-orang dari Barat dan orang-orang Cina. Hal ini membuktikan bahwa Agama Islam diperbolehkan berkembang di Majapahit seperti sekte-sekte lainnya. 
Dari sini dapat dilihat bahwa daerah Terung kemungkinan masyarakatnya juga sudah memeluk Agama Islam. Hal ini dapat diketahui karena pada masa Raden Husen memegang kekuasaan di daerah Terung Raden Husen sendiri orang beragama Islam. Di samping Agama Islam, Agama Hindu dan Budha serta sekte-sekte lainnya juga berkembang di masyarakat daerah Terung. Pernyataan diatas berdasarkan dari penemuan benda patung Brahma, patung orang Cina dan satunya masih belum teridentifikasi serta penemuan candi yang ada simbol Lingga dan Yoni sekitar tahun 2012.   Berdasarkan sumber dan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat daerah Terung sebagian sudah beragama Islam meskipun masih menjadi agama yang pengikutnya masih sedikit. Hal ini dikarenakan sebelum Agama Islam masuk, masyarakat daerah Terung sudah memeluk Agama Hindu-Budha serta kepercayan asli seperti Animisme dan Dinamisme.
              Hubungan Penguasa Majapahit Dengan Penguasa Terung Berdasarkan struktur pemerintahan Kerajaan Majapahit daerah Terung merupakan daerah bawahan Majapahit (tandha). Hal ini dapat dilihat dari beberapa sumber yang menyatakan bahwa saat pemerintahan Raja Bhre Kertabumi daerah Terung dipimpin oleh Raden Husen atau dikenal juga sebagai Arya Pecattandha. Disamping daerah bawahan, Terung mempunyai hubungan erat dengan Majapahit. Sebab daerah Terung termasuk daerah pelabuhan yang penting pada masa Majapahit.  Pada saat pertempuran Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Demak, Adipati Terung (Raden Husen) mendapatkan untuk membela Majapahit. Peperangan ini bermula ketika keinginan Raden Patah untuk mengislamkan kerajaan Majapahit dan ayahnya Brhe Kertabhumi. Tetapi Hal ini ditolak oleh raja Brhe Kertabumi sehingga terjadilah peperangan. Pada kubu kerajaan Majapahit terdiri dari Raden Husen (Adipati Terung), Gajah Wila, Gajah Sena, Raden Gugur, Lembu Nisraya, Lembu Kanigara, Raden Dandang Wacama, Raden Banjar, Ulung Kembang. Sedangkan dari kubu kerajaan Demak terdiri dari Sunan Ngundung, Amir Hasan, Amir Hamzah, 40 orang mudin untuk mendampingi Sunan Ngundung serta pasukan yang dipimpin oleh Sunan  Ngundung berjumlah 700.000 orang tentara.Pada saat peperangan berlangsung Sunan Ngundung berhasil dikalahkan oleh Raden Husen dengan tombaknya. Sehingga membuat kerajaan Majapahit menang. Setelah Sunan Ngundung berhasil dikalahkan jabatan Sunan Ngundung digantikan oleh anaknya yaitu Sunan Kudus. Pada peperangan babak kedua ini Raden Husen (Adipati Terung) menyerah dan berpihak ke Kubu Demak, sebab Raden Husen (Adipati Terung) ingin membela kakaknya yaitu Raden Patah. Karena kekalahan Majapahit inilah dalam beberapa sumber menyebutkan Raja Brhe Kertabhumi melarikan diri dari istana dengan melepaskan pakaian kebesarannya sebagai raja kemudian, keluar dari istana dengan pakaian orang kebanyakan. Raja Brhe Kertabhumi berjalan kea rah barat laut. Beliau akhirnya tiba di Desa Jangkar Sewu. Di sana beliau membaur diri dengan orang desa. Dalam Serat Kanda menyebutkan bahwa raja Brhe Kertabhumi beserta para pengikutnya sempat melarikan diri ke pulau Bali. Ada juga yang menyebutkan bahwa Raja Brhe Kertabhumi di bawa oleh Raden Patah ke Demak.Dalam pertempuran ini juga terkenal dengan sebutan pertempuran Laskar Tikus dan Laskar Lebah dengan Majapahit. Karena untuk mengalahkan Majapahit, Kerajaan Demak meminta bantuan ke Palembang. Dari Palembang Kerajaan Demak diberi peti Jepun. Dalam peti tersebut berisikan banyak lebah. Selain itu Kerajaan Demak juga diberi bantuan oleh Sunan Kalijaga yaitu sehelai  baju putih dari Pangeran Modang. Baju putih itupun mempunyai kekuatan magis yaitu dapat mengeluarkan ribuan hewan tikus. Ribuan hewan lebah dan tikus tersebut yang nantinya akan menyerbu pasukan dari Majapahit

Kesimpulan  
            Daerah Terung sudah ada sejak zaman Singasari. Hal ini dapat dibuktikan dari isi prasasti Kudadudan Kidung Sunda. Ketika Kerajaan Singasari runtuh, daerah Terung menjadi daerah bawahan dari Kerajaan Majapahit. Di daerah Terung saat ini terdapat beberapa peninggalan bersejarah seperti makam Raden Ayu Sundari Kenconowati (Raden Ayu Putri Pecattondo Terung), sumur gentong, sumur manggis, candi Terung, patung-patung dan petilasan Raden Husen. Daerah Terung diperkirakan terletak di tepi sungai Brantas cabang sungai Kali Mas. Daerah Terung pada masa Majapahit merupakan daerah tandha. Hal ini dapat dilihat dari beberapa sumber yang menyatakan bahwa saat pemerintahan Raja Bhre Kertabumi daerah Terung dipimpin oleh Raden Husen atau dikenal juga sebagai Arya Pecattandha atau Adipati Terung. Kalau dilihat dari nama tersebut tandha berarti kepala jawatan. Kepala jawatan merupakan pejabat-pejabat militer yang bertugas sebagai pengawal raja dan penjaga lingkungan keraton. Sumber lainnya juga mengatakan bahwa nama Pecat Tandha semula berasal dari kata panca tandha yang mempunyai arti suatu jabatan dalam tata negara kerajaan Majapahit, jabatan itu ada hubungannya dengan pekerjaan menguasai tempattempat jual-beli dan pusat-pusat hubungan lalu lintas, seperti tempat tambangan sungai. Kalau dilihat dari letak geografisnya daerah Terung termasuk tempat penyebrangan atau pelabuhan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya prasasti Trowulan (Canggu) 1280 S. Dalam prasasti Trowulan (Canggu) 1280 S disebutkan bahwa ada 44 buah tempat penyeberangan di tepi sungai Solo dan mungkin juga anak cabangnya, sedangkan di tepi sungai Brantas ada 34 buah tempat penyebrangan. Dari sekian banyak tempat penyeberangan ada tiga tempat yang penting karena tempat-tempat itu berfungsi sebagai pelabuhan pemunggahan. Tempat-tempat tersebut semuanya di tepi sungai Brantas, mulai dari hilir yaitu Curabhaya, Trung, dan Canggu. Untuk perekonomian di daerah Terung diperkirakan adalah pertanian, kegiatan pengrajin, penangkap ikan, pedagang dan perpajakan. Dan agama yang berkembang di daerah Terung adalah Agama Hindu, Agama Budha, serta sektesektenya dan Agama Islam. 
                                                                                                          by. Setya Manggala Majapahit

DIKUTIP DARI
Buku
Adi P. 2012. Sosok-Sosok Hebat di Balik Kerajaan-Kerajaan Jawa. Yogyakarta: Flash Book Aminuddin Kasdi. 2005. Memahami Sejarah.Surabaya: Unesa University Press
Dudung Abdurahman. 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. Jogjakarta: ArRuzz Media Hasan Djafar. 2012. Masa Akhir Majapahit “ Girindrawarddhana & Masalahnya”. Jakarta: Komunitas Bambu De Graaf H.J dan Pigeaud. T.H 2001.Kerajaan Islam Pertama di Jawa “Kajian Sejarah Politik abad ke 15 dan 16”. Terj. Jakarta: Grafiti Krisna B. 2012. Buku Pintar Raja-Raja Jawa Dari Kalingga Hingga Kesultanan Yogyakarta ”Mengungkap Sejarah dan Biografi Para Raja Berdasar Fakta Terbaru”. Yogyakarta: Araska Ricklefs. M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta Muh. Yamin. Tatanegara Madjapahit “Parwa II”. Djakarta: Jajasan Prapantja Nurul Huda. 2005. Tokoh Antagonis Darmo Gandhul “Tragedi Sosial Historis dan Keagamaan di Penghujung Kekuasaan Majapahit”. Yogyakarta: Pura Pustaka Purwadi. 2005. Babad Majapahit. Yogyakarta: Media Abadi _________. 2012. Babad Demak “Sejarah Perkembangan Islam Di Tanah Jawa”. Yogyakarta: Pustaka Utama _________. 2006. Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara Sartono Kartodirjo dkk.1993. 700 Tahun Majapahit Suatu Bunga Rampai. Surabaya: Dinas Pariwisata Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur  Susanto Zuhdi, dkk.1988. Peta Sejarah Propinsi Jawa Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Soekmono, cetakan 1985. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: KANISIUS (Anggota IKAPI) Sjamsudduha. 2006. Walisanga Tak Pernah Ada? Menyingkap misteri para wali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENEMUAN SALURAN AIR KUNO DI DESA BULUSARI - GEMPOL PASURUAN

  Tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur melakukan peninjauan terkait ditemukannya situs saluran air kuno yang bermaterialka...