Bahwa
Gajah Mada pun sesungguhnya tak senang terhadap Jayanagara, dan Tanca
dijadikan alat olehnya untuk memusnahkan raja tersebut. Dengan membunuh
Tanca, rahasia kematian Jayanagara tetap tertutup. Dengan begitu, warga
Majapahit hanya tahu: Jayanagara dibunuh Tanca dan Gajah Mada
membalasnya dengan menghabisi Tanca, pengikut setia Raden Wijaya. Dari
sini ada pertanyaan penting: mengapa Tanca dibunuh, tidak dibiarkan
hidup untuk kemudian diajukan ke pengadilan Kerajaan? Hanya Gajah Mada
yang tahu.
-Slamet Muljana.
Sejumlah Dharmaputra masih tetap ada ketika Jayanagara kembali memerintah Kerajaan, salah satunya adalah Tanca. Dengan jelas Pararaton menyatakan bahwa peristiwa Kuti berselisih sembilan tahun dengan peristiwa Tanca. Peristiwa Ra Tanca berlangsung pada tahun saka bhasmi-bhuta-nampani-ratu, 1250 (= 1328 Masehi). Sri Jayanagara dicandikan di Kapopongan. Candinya bernama Sanggapura. Tarikh yang disajikan Pararaton tentang mangkat Sri Jayanagara cocok dengan tarikh yang disajikan Nagarakretagama pupuh XLVIII/3, dan tidak ada prasasti Jayanagara sesudah tahun 1328.
Pararaton menyajikan tentang peristiwa Tanca sebagai berikut:
Istri Tanca menyiarkan berita, bahwa ia diperlakukan tidak baik oleh raja. Tanca dituntut oleh Gajah Mada.
Kebetulan Raja Jayanegara menderita sakit bengkak, tak dapat pergi keluar. Tanca mendapat perintah untuk melakukan pembedahan dengan taji.
Kemudian Tanca menghadap di dekat tempat tidur. Tanca mulai menusukkan tajinya pada Raja sekali dua kali. Ternyata tajinya tidak mempan. Lalu Raja diminta agar meletakkan jimatnya, agar Tanca bisa melakukan pembedahan. Raja meletakkan jimatnya di dekat tempat tidur, ditusuk oleh Tanca, tajinya makan, diteruskan ditusuk oleh Tanca, sehingga mati di tempat tidur itu. Tanca segera dibunuh oleh Gajah Mada, matilah Tanca.
-(Pararaton Bag. VIII)
Yang dimaksud dengan dua orang saudara Sri Jayanagara berlainan ibu ialah Dyah Tribhuwanatunggadewi dan Dyah Wiyat Sri Rajadewi; keduanya adalah putra permaisuri Gayatri alias Rajapatni. Jadi memang mereka itu bersaudara dengan Sri Jayanagara, tetapi berlainan ibu. Pada hakikatnya Sri Jayanagara takut kalau kedua saudaranya itu kawin dengan orang lain. Ia takut bersaing dengan suami-suami saudara perempuannya. Dan diberitakan Sampai mangkatnya Sri Jayanagara, ia tidak mempunyai permaisuri.
Tidaklah mengherankan jika Sri Jayanagara sering menggoda istri para pembesar kerajaan. Seperti diuraikan oleh Pararaton. Kebetulan salah seorang wanita yang digoda ialah istri dharmaputra Tanca. Istri Tanca menyiarkan tingkah Sang Prabhu yang kurang sopan itu kepada orang lain, sehingga berita itu tersebar luas. Hal itu dianggap oleh Gajah Mada sebagai fitnah terhadap raja.
Tanca dipersalahkan, karena tidak dapat mengendalikan istrinya. Itulah dalih utama untuk mengadukan Tanca kepada Sang Prabhu. Pada hakikatnya alasan untuk menyingkirkan Tanca ialah karena Gajah Mada tidak suka akan sikap para Dharmaputra. Kebalikannya Gajah Mada juga tidak senang melihat tingkah laku Sang Prabhu.
Nagarakretagama tidak membahas sama sekali peristiwa Tanca, hanya menyebutkan bahwa Jayanagara “pulang ke Haripada” tahun 1250 Saka dan dimakamkan di dalam pura. Di atas makamnya disimpan arca Wisnu. Pun, di Sila Petak dan di Bubat didirikan arca Wisnu untuk Jayanagara, di Sukalila didirikan arca Buddha sebagai Amogasidi. Pemberitaan yang demikian dalam Nagarakretagama lumrah, mengingat kitab ini ditulis oleh Prapanca sebagai pujasastra yang mengagung-agungkan Majapahit. Maka dari itu, wafatnya raja-raja Majapahit maupun Singasari dikisahkan wajar saja. Seolah-olah tak ada peristiwa yang menghebohkan, termasuk ketika memberitakan wafatnya Sri Rajasa, Anusapati, dan Kertanagara.
by. Setya Manggala Majapahit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar