Rabu, 31 Juli 2019
Bendungan Waringin Sapta
Senin, 29 Juli 2019
Analisa Candi Kagenengan
Pupuh XXXVI:
Pupuh XXXVII:
Analisa yang berhubungan dengan Prabu Hayam pada Negarakertagama
Pupuh XXXVI:
NB
Merupakan analisisa jangan dijadikan sebagai bahan perdebatan karena kita semua sangat bangga dengan kasanah sejarah nuswantara
Sumber di ambil dari cerita tutur dan kajian berkala balar jogja. Kalau pun analisa ini salah kami mohon maaf.
Rabu, 24 Juli 2019
IDENTIFIKASI JALUR PELARIAN RADEN WIJAYA
Kitab Kutara Manawa Dharma Sastra
Dalam Kidung Sorandaka diuraikan bahwa Lembu Sora (seorang pembesar Majapahit) dikenakan tuntutan hukuman mati berdasarkan kitab undang-undang Kutara Manawa, akibat pembunuhannya terhadap Mahisa Anabrang ketika terjadi pemberontakan Rangga Lawe. Dari uraian Kidung Sorandaka tersebut, kita pun bisa mengetahui tentang adanya kitab undang-undang yang bernama Kutara Manawa pada masa kerajaan Majapahit. Selanjutnya dalam penelitian prasasti-prasasti di zaman Majapahit, setidaknya terdapat dua prasasti yang mencatat nama kitab undang-undang Kutara Manawa ini, yaitu Prasasti Bendasari (sayang tidak bertarikh) dan Prasasti Trowulan yang berangka tahun 1358 Masehi.
Artinya: Dengan berpedoman kepada isi kitab yang mulia Kutara Manawa dan lainnya, menurut teladan kebijaksanaan para pendeta dalam memutuskan pertikaian jaman dahulu.
Artinya: Semua ahli tersebut bertujuan hendak menafsirkan kitab undang-undang Kutara Manawa dan lain-lainnya. Mereka itu cakap menafsirkan kitab-kitab undang-undang seperti Kutara Manawa.
Kitab hukum ini di tulis dalam bahasa Jawa kuno. Secara keseluruhan kitab Kutara Manawa ini terdiri dari 275 pasal yang lebih menitik beratkan kepada perkara-perkara hukum pidana (jenayah) disamping ada juga yang berkaitan dengan hukum perdata semacam perkawinan, mahar, jual-beli, hutang-piutang dan lain-lain. Dari penelusuran yang dilakukan, maka semua pasal-pasal itu termaktub ke dalam 19 Bab sebagai berikut:
2. Bab II : Asta Dusta atau Delapan macam pembunuhan.
3. Bab III : Perlakuan terhadap hamba, disebut kawula.
4. Bab IV : Asta Corah atau Delapan macam pencurian.
5. Bab V : Sahasa atau Paksaan.
6. Bab VI : Adol-atuku atau Jual-beli.
7. Bab VII : Sanda atau Gadai.
8. Bab VIII : Ahutang-apihutang atau Hutang-piutang.
9. Bab IX : Titipan.
10. Bab X : Tukon atau Mahar.
11. Bab XI : Kawarangan atau Perkawinan.
12. Bab XII : Paradara atau Mesum.
13. Bab XIII : Drewe kaliliran atau Warisan.
14. Bab XIV : Wakparusya atau Caci-maki.
15. Bab XV : Dandaparusya atau Menyakiti.
16. Bab XVI : Kagelehan atau Kelalaian.
17. Bab XVII : Atukaran atau Perkelahaian.
18. Bab XVIII : Bhumi atau Tanah.
19. Bab XIX : Duwilatek atau Fitnah.
Untuk lebih jelasnya, disini akan kami sampaikan cuplikan dari beberapa pasal penting dalam kitab Kutara Manawa. Yaitu:
Pada bab ini diuraikan tentang Asta Dustayaitu delapan macam pembunuhan, antara lain:
1. Membunuh orang yang tidak berdosa.
2. Menyuruh membunuh orang yang tidak berdosa.
3. Melukai orang yang tidak berdosa.
4. Makan bersama dengan pembunuh.
5. Mengikuti jejak pembunuh.
6. Bersahabat dengan pembunuh.
7. Memberi tempat kepada pembunuh.
8. Memberi pertolongan kepada pembunuh.
Pada bab ini diuraikan tentang Asta Corahatau delapan pencuri, yaitu:
1. Mereka yang menjalankan pencurian.
2. Mereka yang menghasut supaya mencuri.
3. Mereka yang memberi makanan kepada seorang pencuri.
4. Mereka yang memberi tempat tinggal kepada seorang pencuri.
5. Mereka yang bersahabat dengan seorang pencuri.
6. Mereka yang memberi petunjuk kepada seorang pencuri hingga mendapat kesempatan untuk mencuri.
7. Mereka yang menolong seorang pencuri.
8. Mereka yang menyembunyikan seorang pencuri.
Pada bab ini dijelaskan tentang hukuman untuk perkara Sahasa atau paksaan dari seseorang kepada orang lain. Seperti bunyi pasal berikut ini:
2. Anak yang lahir dari istri dari penikahan yang kedua kali, dan mendapat persetujuan orang tuanya.
3. Anak pemberian saudaranya.
4. Anak yang diminta dari orang lain.
5. Anak yang diperoleh dari istri akibat percampuran dengan iparnya laki laki atas persetujuan suaminya.
6. Anak buangan yang dipungut dan diakui sebagai anak.
2. Anak campuran laki laki banyak.
3. Anak seorang istri yang diceraikan dan rujuk kembali seteah bercampur dengan laki laki lain.
4. Anak orang lain yang minta diakui anak.
5. Anak yang diperoleh karena pembelian.
6. Anak hamba yang diakui anak.
* http://wongjawa670.blogspot.co.id/2011/04/perundang-undangan-jaman-majapahit-2.html
* http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.co.id/2010/01/kitab-hukum-kutaramanawa.html
* http://sikyhendrowibowo.blogspot.co.id/2012/11/kitab-hukum-kutaramanawa-kitab-hukum.html
* http://majapahit1478.blogspot.co.id/p/kutaramanawa.html
Terkait
10 DINASTI YANG MEMERINTAH CINA
1. Dinasti Hsia
Dinasti Hsia |
2. Dinasti Shang
Dinasti Shang |
3. Dinasti Chou
Dinasti Chou |
4. Dinasti Chin
Dinasti Chin |
5. Dinasti Han
Dinasti Han |
6. Dinasti T’ang
Dinasti T’ang |
7. Dinasti Sung
Dinasti Sung |
8. Dinasti Mongol atau Yuan
Dinasti Mongol atau Dinasti Yuan |
9. Dinasti Ming
Dinasti Ming |
10. Dinasti Manchu
Dinasti Manchu |
KERAMIK CINA
Dinasti yuan Dinasti song
Bhre Wirabhumi Tokoh Majapahit Yang Gugur Dalam Paregrer Agung 1406M
Bhre Wirabhumi Tokoh Majapahit Yang Gugur Dalam Paregrer Agung 1406M
SETELAH gagal menikahi putri Sunda, Sri Rajasanegara menikahi Sri Sudewi, putri Bhre Wengker Wijayarajasa dari istri selir. Dari pernikahan itu, menurunkan ratu KabalanKusumawardhani. Rajasanegara juga memiliki wadohaji atau istri selir dan menurunkan seorang putra yang dalam Kakawin Negarakertagama dan Serat Pararaton dikenal sebagai Bhre Wirabhumi. Serat Pararaton juga memberitakan, Bhre Wirabhumi gugur dalam Paregreg Agung 1406M.
Selama ini Nama Asli Bhre Wirabhumi putra kandung maharaja Majapahit Hayam Wuruk dari istri selir belum banyak diketahui. Jika memahami bahwa Wirabhumi adalah nama keraton, tentu rajanya atau Bhre Wirabhumi atau raja yang bertahta di keraton Wirabhumi memiliki nama asli atau nama abhiseka.
Bhre berasal dari kata Sansekerta Bhra dan i atau ing. Bhra dalam bahasa sansekerta artinya sinar, raja. Ing atau i artinya di. Karena ini menyangkut tokoh dan kerajaan, maka istilah Bhra artinya raja atau baginda. Sementara Wirabhumi adalah nama keraton.
Bhre Wirabhumi artinya raja yang bertahta di keraton Wirabhumi. Putra kandung sri Hayam Wuruk dari istri selir ini merupakan Bhre Wirabhumi II yang memiliki nama Aji Rajanatha atau Sri Bhattara Rajanata.
Penyebutan nama Aji Rajanatha sebagai nama asli Bhre Wirabhumi II, putra selir Hayam Wuruk yang menjadi suami Nagarawardhani ditemukan dalam prasasti Biluluk IV. Tahun pasti keluarnya prasasti ini tidak diketahui karena baris 1-4 hilang.
Tapi melihat angka dalam prasasti Biluluk III yang menulis angka tahun 1395M, sangat mungkin prasasti Biluluk IV keluar tidak jauh setelah tahun itu.
Isi prasasti sebagaimana terjemahan Muhammad Yamin adalah sebagai berikut:
Sri paduka bhattara Rajanata, Sri paduka Bhattara Anantadewi, Sri paduka bhattara Anaridewi, Sri paduka bhattara parameswara Pamotan yang bernama raden Kudamerta, Sri paduka bhattara Narapati yang bernama raden Mano, raden Iso, raja Saratanganugrahaeni, berwenang menganu-gerahkan tanah swatantra supaya tidak lagi dikuasai para menteri Katrini, Pangkur, Tawan, Tirip, demikian pula Pinghai dan Wahuta, juga para pemungut pajak bea cukai uang raja sejak dahulu seperti micra paramicra, segala macam bulu wetu seperti panguran, kring padem, manimpaki, paranakan atau keturunan campuran, pande emas, mangrinci atau pengarang kidung, manguryangilala atau pengarang di keraton.
Sri Paduka Bhatara Rajanatha sangat mungkin sebagai nama asli atau nama abhiseka Bhre Wirabhumi II. Ini dapat ditelisik dari penyebutan Sri Paduka Bhatara Parameswara Pamotan raden Kudamerta. Dalam prasasti ini baginda Wengker, paman dan mertua Hayam Wuruk sudah wafat, karena sudah bergelar anumerta Bhatara Parameswara. Berdasarkan catatan sejarah, yang kemudian menganti sebagai raja di Kedaton Wetan adalah Bhre Wirabhumi. [Girindra:Pararaja Tumapel-Majapahit hal 192-193]
Sumber:
Buku GIRINDRA:Pararaja Tumapel-Majapahit karta Siwi Sang terbitan 30 Desember 2013
Agama Mayoritas di Majapahit
1. Paramasiwa-tattwa yang bersifat tak terwujud (niskala);
2. Sadasiwa-taattwa yang bersifat berwujud-tak berwujud (sanakala-niskala);
3. Siwa-tattwa bersifat berwujud (sakala).
Muljana, Slamet. 2006. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Yogyakarta: LKiS.
Poesponogoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
PENEMUAN SALURAN AIR KUNO DI DESA BULUSARI - GEMPOL PASURUAN
Tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur melakukan peninjauan terkait ditemukannya situs saluran air kuno yang bermaterialka...
-
PRASASTI SIDATEKA TUHANYARU BUKTI DARI PERPINDAHAN ISTANA MAJAPAHIT Pada tahun 1319, di Kerajaan Majapahit terjadi pem...
-
Sepuluh PATAKA utama yang menjadi pengampu lembaga-lembaga pemerintahan di era kerajaan (Majapahit). Hiasan yang terletak diujung tongkat ...
-
Asal Usul Desa Kalimati Desa Kalimati berada di timur Kecamatan Tarik sebuah Desa yang terdapat 6 Dusun yaitu Kali...